watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

LILY GADDIS HYPERSEX

Lily, berusia 22 tahun. Dia adalah sahabat baik
Ria. Posturnya 165 cm/50 kg. Payudaranya
berukuran 34B. Orangnya hitam manis,
rambutnya agak ikal. Matanya tajam setiap kali
berbicara seakan-akan menyelidiki isi hati lawan
bicaranya. Bibirnya penuh, tidak tebal, tidak tipis,
sangat seksi. Menurutku, bagian terseksi dari Lily
ada pada bibirnya. Sangat menggoda untuk
dikecup, dicumbu dan dicium sepuasnya.
Apalagi kalau Lily menggunakan lip gloss agar
membuat bibirnya selalu tampak basah. Benar-
benar menggoda. Wajahnya sangat innocent
alias bertampang tak punya dosa, tampak lugu
sekali.
Tapi jangan salah, di balik wajahnya yang imut,
ada nafsu yang membara. Ada hasrat seks yang
selalu menggebu. Tiada hari baginya tanpa
memikirkan sex. Aku mengetahuinya setelah Lily
berterus terang padaku apa yang dia rasakan.
Lily bercinta pertama kali di kelas 3 SMP, pada
saat usianya masih 15 tahun. Sejak usia 12 tahun,
dia sudah melakukan masturbasi dan lalu pacar
pertamanya mendapatkan kegadisannya. Lily
tidak pernah menyesali setiap momen
seksualnya. Dia selalu menikmatinya.
Suatu hari aku menerima SMS dari nomor
handphone Ria..
"Hai Boy.. Lagi ngapain? Aku Lily. Kenalin yah!
Aku sahabatnya Ria. Aku pengen kenal
denganmu. Kalau kamu bersedia, hubungi aku di
nomor 081xx ya! Thanks" Aku segera
membalasnya. Tetapi melalui nomor Ria.
"Hai lily.. Kamu sekarang dengan Ria? Mana si
Ria? Aku mau dia SMS aku" Saat itu aku lebih
ingin bertemu Ria karena aku sudah lama tidak
bertemu dengannya.
"Ria lagi mandi. Boy, kamu SMS di hape-ku saja
ya" Balas Lily.
Yah, aku tahu kebiasaan Ria. Kalau mandi lama
sekali. Boros air, boros sabun, boros shampoo,
boros listrik, boros waktu.. Pokoknya boros.
Tidak percaya? Bayangkan, dia mandi selama
45-60 menit! Ria sendiri yang bercerita padaku.
Aku sampai terheran-heran. Atau aku saja yang
kurang pengetahuan tentang lamanya wanita
mandi ya? Dibandingkan dengan lama mandiku
yang hanya 10 menit, si Ria jauh lebih lama.
Akhirnya aku memutuskan untuk ber-SMS
dengan Lily saja.
"Ada apa kok minta SMS di HP-mu? Kan sama
aja di HP-nya Ria..?" tanyaku.
"Ah.. Biar lebih privacy saja. Boy, gila.. Ria udah
cerita tentang apa yang kalian lakukan di kamar
ini!" Aku jadi terkejut. Wah, Si Ria suka
membocorkan rahasia rupanya. Tapi aku jadi
maklum pada saat mengingat bahwa si Lily ini
memang sobat baiknya. Ya, tidak apalah.
"Cerita apa lagi? Dia puas nggak?" tanyaku pada
Lily.
"Puas, man! Katanya lo jago banget kissing-nya.
Jago banget foreplay-nya! Jangan kepala besar
ya!", jawabnya.
"Wah.. Kalau kepala besar sih enggak. Kalo penis
besar iya.. Haha.." balasku usil.
"Tapi katanya lo ga tahan lama ya? Ga lama lo
udah keluar ya?" Bum!! Aduh malunya aku. Si
Ria, tega-teganya pengalaman pertamaku
diceritakan begitu.
"Ah, itu kan ML pertamaku. Wajar dong aku gak
tahan lama. Kalau sekarang sih udah jago!"
balasku membela diri. Cowok mana yang rela
dikatakan tidak tahan lama?
"Ah yang bener.. Sekarang udah tahan lama
nih?" goda Lily. Aku jadi penasaran dengan si Lily
ini.
"Emangnya kamu sendiri udah berani ML?"
pancingku.
"Yah, elo.. Boy. Ya udahlah! Gue terus terang aja
ama lo. Gue suka banget tahu!"
Perkataan si Lily membuat penisku ereksi.
Keterusterangannya sangat langka kutemui.
Biasanya wanita akan menutupi hasratnya.
Apalagi pada cowok yang baru pertama
ditemuinya. Tapi si Lily ini.. Berani sekali!
"Oh ya? Paling lo omong kosong doank.."
pancingku lebih jauh.
"Hehe.. Lo mancing gue ya, Boy? Gak usah gitu..
Ntar malam telepon gue ya!"
Siang sampai malam aku bekerja sambil sesekali
memikirkan Lily. Dunia ini memang luas, penuh
keunikan. Dulu, hanya membicarakan hal yang
berbau seksual saja sangat tabu. Tapi sekarang
dengan kebebasan media, dengan kecepatan
informasi yang hampir tanpa filter, siapa pun
bisa mencari dan mendapatkan apa saja yang ia
inginkan termasuk sex. Informasi tentang sex
bisa dengan sangat mudah didapatkan di
internet. Tak heran dalam waktu singkat, budaya
'sex itu tabu' telah terkikis.
Aku sangat yakin bahwa wanita seperti Lily,
yang sangat menikmati sex, sangat banyak di
Indonesia, tetapi hanya sedikit yang berani
berkata, "Ya, saya suka dan menikmati sex".
Tetapi lambat laun, aku percaya bahwa jumlah
wanita seperti Lily akan semakin berkembang.
Malamnya aku menelepon Lily. Kami berbicara
banyak hal. Tapi memang pembahasan utama
kami adalah sex. Lily mengakui dirinya hipersex.
Tetapi dia tidak suka berganti-ganti pasangan. Dia
punya pasangan tetap. Frekuensinya saja yang
sering. Hampir setiap hari Lily bercinta. Gila.., aku
bayangkan pasti lelah sekali setiap hari bercinta.
Lalu kami pun membuat janji untuk bertemu di
rumahnya.
*****
Dari rumah aku mandi, menggosok gigi,
menyiapkan dua buah kondom, handheld
desinfectant dan merapikan bulu-bulu di
wajahku. Aku memang tidak suka memelihara
kumis dan jenggot. Kurang bersih kesannya.
Walaupun kucukur habis, tetap saja terlihat kalau
aku berbakat punya kumis. Justru terlihat seksi,
kata Ria dan Ita. Dengan sedikit parfum, kaos
putih bersih dan jeans biru, aku berangkat ke
rumah Lily. Di sepanjang perjalanan aku
menebak-nebak setangguh apa Lily, bagaimana
aksinya di ranjang. Apakah agresif, pasif atau
jangan-jangan suka yang aneh-aneh di atas
ranjang seperti menyakiti dan disakiti?
Memikirkan Lily dan perilaku sex-nya membuat
penisku berdenyut-denyut. Di bayanganku
sudah menari-nari sosok wanita telanjang yang
akan bercinta denganku. Yang akan kugumuli,
yang akan kucumbu, kenikmati sepuasnya. Ah..
sebentar lagi aku akan bercinta.. Sebentar lagi
aku akan menghunjamkan penisku ke vagina
Lily. Sebentar lagi..
Lily tinggal serumah dengan neneknya. Orang
tuanya bekerja di luar negeri. Sewaktu aku
datang, neneknya sedang pergi. Pembantunya
sedang menyeterika baju sambil menonton
televisi. Lily menemuiku dengan memakai celana
pendek dan kaos you can see. Seksi sekali.
Darahku berdesir setelah menyadari bahwa Lily
tidak memakai bra. Wah.., jangan-jangan dia
tidak pakai celana dalam juga, pikirku. Lily segera
menggandeng tanganku dengan mesra.
Matanya melirikku nakal. Busyet nih anak,
menggemaskan sekali, pikirku lagi.
"Udah makan, Say..?" tanyanya sambil jarinya
menohok lembut perutku.
"Hm.. Udah. Kamu?" jawabku. Aku meremas
jarinya.
"Ouch.. Kok diremas sih? Kalau yang ini udah
makan?" tanyanya sambil mengayunkan
tangannya menyentuh penisku dengan cepat.
Ugh.., penisku bereaksi. Lily ini pintar sekali
menggodaku. Aku tertawa ringan. Memang
penisku belum 'makan' cukup lama.
"Kita masuk kamarku aja yuk.. Ada televisi di
kamar" ajak Lily. Aku melirik pembantu Lily yang
juga sedang melihatku. Kulihat pembantu Lily
tersenyum padaku sambil terbatuk-batuk. Wah,
sudah tahu gelagat dia rupanya, pikirku.
Kamar Lily cukup luas. Ada televisi, lemari es, AC
dan kamar mandi. Mirip dengan kamar hotel.
Aku menarik nafas panjang membayangkan
kenikmatan yang sebentar lagi aku peroleh.
"Hayo.. Mikir apa?" goda Lily sambil memelukku
dari belakang.
Pintu telah terkunci. Kurasakan kamar Lily sangat
dingin karena AC. Pelukan Lily terasa hangat di
punggungku. Bahaya sekali.. Dengan segala
godaan dan stimulasi yang dilakukan Lily,
membuat pikiranku sudah penuh dengan fantasi
sex. Sangat berbahaya karena jika fantasi itu aku
ikuti terus, aku akan mudah dikalahkan Lily
nantinya. Aku berusaha rileks menenangkan
pikiranku. Aku berusaha tenang.
"Gak mikir apa-apa kok.. Kamu sendiri mikir
apa?" tanyaku. Aku mengambil remote dan
menyalakan televisi. Kubaringkan tubuhku di atas
ranjang. Spring bednya enak sekali. Sambil
memeluk guling aku acuhkan Lily. Aku memilih
menonton TV. Lily ikut berbaring di sampingku.
"Aku mikirin kamu Boy.. Sejak tadi malam aku
gelisah" bisik Lily.
Lily sengaja membisikkan kata-kata itu di
telingaku hingga membuat telingaku merinding.
Ugh.., Lily menjilat telingaku! Aku sangat sensitif
di telinga, sehingga jilatannya di telingaku
seketika membangkitkan birahiku. Mataku refleks
memandangnya. Lalu Lily menciumku. Bibirnya
yang seksi itu melumat-lumat bibirku. Oh.., dia
tidak juga berhenti. Terus menerobos masuk,
menghisap bibirku. Lidahnya menari-nari di
rongga mulutku, mencari lidahku yang juga
mulai menggeliat. Aku mulai meresponsnya.
Kubalas hisapannya. Kubalas jilatannya. Kubalas
dengan penuh semangat.
Aku menyukai cara Lily menciumku. Tegas dan
kuat sekali cumbuannya. Caranya memadukan
bibirnya yang penuh dengan lidahnya yang
lincah menunjukkan pengalamannya dalam
bercumbu. Nikmat sekali ciumannya. Nafasnya
juga menunjukkan ketenangannya. Lily tidak
terburu-buru tetapi dahsyat dalam mencumbu.
Dia mampu mengatur nafasnya dengan luar
biasa. Hembusan nafasnya semakin
menghangatkan suasana. Apalagi matanya tidak
pernah terpejam. Dia menatapku terus dengan
berani.
Aku melepaskan ciuman kami lalu bangkit berdiri
dan minum. Aku harus mengatur ritme karena
penisku sudah mau meledak rasanya. Aku
sangat terangsang karena itu aku harus
menenangkan diri. Baru minum seteguk, Lily
sudah merengkuhku kembali, membaringkanku
dan aku ditindihnya. Lily kembali mencumbuku
dengan tubuhnya di atas tubuhku.
Luar biasa, Lily semakin berani. Ciumannya
semakin kuat dan cepat. Kadang dia menyerbu
leherku. Menjilat dan sesekali menggigitku.
Kemudian kembali mencium telingaku.
Tangannya juga tidak tinggal diam. Menjambak
rambutku dan memegang kuat wajahku. Hebat,
aku salut dengan lily. Wanita yang satu ini bisa
memaksimalkan potensinya. Ciumannya di
bibirku juga tidak monoton. Ada saja variasi
gerakannya. Caranya menekan bibirku, caranya
menghisap dan menjilat juga bervariasi. Nikmat
sekali.
Perlahan aku merasakan pantat Lily bergerak.
Dengan tenang Lily menggesek penisku dari luar.
Saat itu kami masih sama-sama berpakaian.
Wow.., ini adalah pengalaman pertamaku.
Kurasakan penisku menggeliat bangkit. Semakin
lama semakin tegang dan keras. Gesekan Lily
membuat penisku berdenyut-denyut nikmat.
"Enak, kan.. Boy?" bisik Lily. Ya kuakui enak
sekali.
"Enak.. Tapi apa vaginamu bisa merasakan?
Kamu kan masih memakai celana?" tanyaku
ingin tahu. Aku tidak yakin Lily merasakan hal
yang sama dengan yang kurasakan.
"Bisa Boy, tapi aku harus menggesek dan
menekan agak keras.." jawabnya.
Aku mencoba mengikuti alur permainannya.
Sebetulnya aku sudah ingin menelanjanginya.
Gesek menggesek begini memang nikmat, tapi
tetap saja jauh lebih nikmat bercinta langsung.
Aku mulai bergerak mengambil posisi duduk.
Tanganku bergerak menarik kausnya. Benar, Lily
tidak memakai bra. Payudaranya langsung
kusambut dengan mulutku. Aku benamkan
mukaku ke belahan payudaranya. Menghisap
putingnya dan tanganku mulai meremas
payudaranya.
Lily juga menarik kausku. Perlahan Lily mulai
membalas mencium dadaku. Menjilat putingku
dan tangannya menarik lepas celanaku. Penisku
menyembul dengan gagah. Direngkuh oleh
tangan halus Lily. Penisku mulai diremas dan
dikocok oleh tangan Lily. Tangannya juga
memijat naik turun dari kepala ke pangkal
penisku. Oh.., nikmatnya, aku sudah lama
menantikan saat-saat nikmat seperti ini.
Aku bergerak menuju selangkangan Lily. Kulepas
celananya. Benar dugaanku, dia sudah tidak
memakai celana dalam. Kurasakan vaginanya
sudah basah. Vagina Lily bersih dari bulu.
Rupanya ia mencukur habis bulu kemaluannya.
Kami pun mengambil posisi 69. Aku membuka
kaki Lily lebar-lebar dan mulai menjilati
vaginanya. Pelan.. Aku menikmati vaginanya.
Tanganku juga dengan terampil merangsang
vaginanya. Mencari klitoris dan g-spotnya.
Penisku sendiri kumasukkan ke mulut Lily.
Sambil naik turun, penisku bercinta dengan
mulut Lily. Cukup sulit ternyata posisi 69. Tidak
semudah yang sering kulihat di film-film biru.
Baru beberapa menit aku sudah lelah berada di
atas tubuh Lily. Kami berganti posisi. Tetap 69
hanya saja posisiku di bawah. Dengan posisi ini
Lily lebih aktif menggarap penisku. Oralnya
hebat. Tangannya mampu bekerja sama dengan
mulutnya hingga membuat penisku keenakan.
Kami benar-benar melakukannya tanpa suara.
Bagaimana bisa bersuara sementara mulut kami
sedang sibuk mengoral satu sama lain? Hanya
desahan nafas kami yang memburu.
Pikiran tenang adalah kunci bercinta. Setelah
berhasil menguasai pikiranku, aku jadi rileks. Oral
dari Lily kunikmati dengan santai. Hasilnya, aku
tidak merasakan gerakan orgasme dari penisku.
Aku jadi tahan lama. Lily sendiri tampaknya tidak
kuat menahan gempuran oralku. Vaginanya
semakin basah dan akhirnya dia mengalami
orgasme. Cairan orgasmenya cukup banyak.
Tubuh Lily mengejang beberapa saat menikmati
orgasmenya. Mulutnya melepas penisku.
"Aahh.. Hebat Boy. Oralmu dahsyat! Enak sekali!"
puji Lily.
Pengalaman memang membuatku semakin hari
semakin hebat. Aku terus merangsang Lily. Kali
ini kami kembali ke posisi normal. Aku
memeluknya dari atas. Tubuhku menindih tubuh
Lily. Tanganku tetap merangsang vaginanya.
Sementara mulut kami kembali bercumbu. Di
sela-sela cumbuan, aku mengajaknya bicara.
"Kok cepat, tadi udah nyampe?" tanyaku. Aku
memang heran dengan Lily yang mudah
orgasme dengan oral saja. Tidak selama Ria, Ita
atau Tante Yeni.
"Iya.. Aku memang mudah orgasme. Jadi, buat
aku multi orgasme, Boy.." jawab Lily.
Wah, beruntung sekali pria yang bisa bercinta
dengan Lily. Tidak perlu susah payah membuat
Lily orgasme. Aku kembali mencium Lily. Kali ini
seluruh tubuhnya aku cium dan jilati. Mulai dari
seluruh wajah, telinga, leher, payudara, perut,
punggung, pantat, tangan dan kakinya! Semua
aku jilat dan cium dengan lembut. Cukup makan
waktu lama dan menguras energiku. Tapi
hasilnya, Lily mulai menggeliat menandakan
birahinya mulai naik kembali. Aku harus sabar
dan dengan tekun merangsangnya. Titik lemah
Lily adalah di vagina dan perutnya. Jadi aku
memfokuskan merangsang tubuhnya di dua titik
itu. Pelan, refleks kaki Lily mulai terbuka lebar.
Vaginanya sangat merah. Tanpa bulu kemaluan
membuatnya tampak segar. Aku sengaja
menatapnya agak lama seakan meneliti pusat
kenikmatan dunia itu.
"Aduh.. Malu.. Jangan dilihatin gitu dong.." rajuk
Lily. Tapi itu cuma basa-basi. Kulihat Lily sangat
menikmati vaginanya kuamat-amati.
"Indah sekali, Lily. Seksi sekali.." komentarku.
Ya, aku dengan bebas bisa mengamati
vaginanya. Merah menggoda menantang.
Terhidang sejelas-jelasnya di depanku. Vagina
Lily tiba-tiba seakan hidup dan berkata, "Tunggu
apa lagi? Ayo masuk!" Aku menahan nafas.
Penisku juga sudah berontak ingin menerjang
masuk.
Perlahan, penisku menembus vaginanya. Mulai
kugerakkan tubuhku bercinta dengan Lily. Setiap
gesekan penisku di vagina Lily kunikmati. Lily
dengan terampil mengimbangi gerakanku.
Tubuh kami bergerak selaras. Menyatu. Kami
bercinta! Setiap kali penisku menggesek
vaginanya, Lily mendesah. Lama-kelamaan
suara Lily semakin keras. Aku juga tidak segan
mengeluarkan desahanku.
"Arg.. Arg.. Ya, terus.. Enak.. Kamu luar biasa.."
"Oh.. Terus.. Ya.. Ouch.. Oh.."
Berbagai macam kata yang tidak terkontrol
keluar dari mulut kami. Kami terus saling
memacu birahi. Memburu kenikmatan tiada tara.
Penisku terasa panas. Denyutannya semakin
menjadi-jadi. Jika ambang orgasme tiba, aku
berhenti sejenak. Kami berganti posisi. Kemudian
bercinta lagi. Ganti posisi lagi. Bercinta lagi.. Enak
sekali. Kami sama-sama tahan lama.
Kini aku memangku Lily. Agak sakit terasa di
penisku ketika Lily menurunkan tubuhnya hingga
membuat penisku menembus vaginanya.
Desahan Lily semakin keras. Kami berlomba
mencapai finish.
"Kamu siap, Boy? Aku punya jurus rahasia.."
tanya Lily.
"Jurus apa..?" aku penasaran.
Tiba-tiba kurasakan vagina Lily menjepit penisku.
Agh.. Enak sekali. Vaginanya seperti membesar
dan mengecil, menjepit dan melepas penisku.
Aku seperti dibawanya terbang semakin tinggi.
Melayang semakin tinggi. Kenikmatan yang
kurasakan semakin memuncak. Setiap detil
tubuhku penuh dengan keringat kenikmatan.
Begitu pula dengan Lily. Tubuhnya bergetar dan
bergoyang menikmati percintaan kami.
Tak lama kemudian aku mulai merasakan
gelombang orgasmeku datang. Aku kembali
menahan diri. Kucabut penisku dan kami
berganti posisi menjadi doggy style. Kembali aku
memasukkan penisku. Lily menungging
membelakangiku. Pantatnya penuh dan seksi.
Aku menghunjamkan dan mengocok penisku
dengan cepat dan kuat.
"Keluarin di mana nih?" tanyaku memastikan
dimana aku harus orgasme.
"Di dalam saja. Aku udah minum obat kok.."
"Arg.. Argh.." Hanya desahan nafas kami yang
semakin memburu. Kami sudah bercinta cukup
lama. Lily tangguh juga. Dia tampak sangat
menikmati ini semua. Wajahnya memerah
dilanda birahi.
"Ayo lebih kuat dan cepat, Boy.. Aku sudah
hampir sampai.." ajak Lily.
Yah ini mungkin sudah saatnya. Aku memacu
lebih cepat. Desahan nafas dan lenguhan kami
makin cepat. Aku terus memompa penisku.
Maju mundur, putar, maju mundur.. Terus
sampai akhirnya kurasakan orgasmeku makin
dekat. Lily juga semakin dekat.
"Iya.. Terus.. Terus.." teriak Lily.
Aku berusaha mati-matian menahan agar tidak
orgasme duluan. Otot-ototku berjuang
memperlama ereksiku. Agh.. Nampaknya aku
mulai tidak tahan. Sudah terlambat untuk
menghentikan ini semua. Sebentar lagi aku akan
orgasme.. Srr.. Crot.. Sr.., aku orgasme sampai
tubuhku terkejang-kejang. Ada hentakan-
hentakn di tubuhku saat aku orgasme. Tapi aku
masih tetap menghunjamkan penisku. Aku ingin
mengantar Lily mencapai orgasme keduanya.
"Ah.. Arh.. Argghh.. Ya.. Ya.."
Akhirnya tubuh Lily bergetar sangat kuat.
Tangannya mencengkeram sprei dengan kuat
dan menariknya! Matanya terpejam dan
mulutnya terbuka lebar mengeluarkan jeritan
panjang.. Lily orgasme! Aku nyaris gagal
membuatnya orgasme yang kedua kalinya.
Untung sekali aku bisa bertahan cukup lama. Aku
berjanji akan lebih baik lagi lain kali.
"Wah.. Maaf Lily.. Kamu kuat sekali. Aku nyaris
tidak bisa membawamu orgasme yang kedua.."
aku minta maaf dengan tulus sambil
memeluknya.
"Wah.., aku yang makasih sekali ama lo, Boy.
Kamu kuat lho.. Kita bisa orgasme sama-sama..
Aku senang sekali.." jawabnya melegakan hatiku.
Aku kembali menciumnya. Ini adalah after
orgasm service-ku. Aku membelai-belai
tubuhnya dan meremasnya dengan ringan.
Memijat tengkuk dan punggungnya. Kami
kemudian bercakap-cakap. Dengan jujur Lily
mengakui bahwa dia sangat membutuhkan sex.
Baginya memang sex adalah faktor utama. Dia
mengakui tidak bisa hidup tanpa sex. Kemudian
sampailah aku pada pertanyaanku..
"Kalau disuruh memilih pria yang sex hebat tapi
dengan pribadi buruk atau pria dengan pribadi
luar biasa tapi sex buruk, kamu pilih mana?" Lily
terdiam. Bingung.
"Gimana ya.. Mestinya aku mau pilih yang sex-
nya hebat aja deh. Tapi kok ya tidak yakin. Itu
pilihannya mengikat tidak? Maksudku.. Sampai
pernikahan ya?"
"Iya.. Keputusan yang mengikatmu sampai tua.
Sampai mati." jawabku.
"Aduh.. Pusing. Yang mana ya? Sex hebat tapi
kalau tiap hari di sakitin, ditinggal selingkuh, tidak
diberi nafkah, anak-anak ditelantarkan.. juga
percuma. Tapi biar semua baik, kalau tanpa sex
ya nggak enak.. Gimana ya. Eh, tapi dia tidak
impoten kan?"
"Kalau tidak impoten gimana, kalau impoten
gimana?"
"Kalau tidak impoten, nggak apa-apa. Aku pilih
yang pribadinya baik deh. Sex buruk bisa aku
ajarin. Asal jangan impoten permanen." Lily
mulai menemukan jawabannya.
"Kalau impoten?" desakku. Ini adalah pertanyaan
yang paling sulit dipilih.
"Wah.. Benar-benar bingung aku. Kalo gitu aku
pilih yang sex-nya hebat aja deh. Mungkin pelan-
pelan pribadinya bisa tambah baik.." jawab Lily.
Pilihan yang masuk akal.
Aku lega kembali mendapatkan jawaban detil.
Informasi kembali kudapatkan dari Lily. Yah..
Aku masih harus bertanya pada Tante Yeni dan
Ria.
Tamat


Adult | GO HOME | Exit
1/1620
U-ON

inc Powered by Xtgem.com